Jumat, 11 Februari 2011

pentingnya sifat komitmen tinggi

 
Seorang wirausaha harus memiliki jiwa komitmen dalam usahanya dan tekad yang bulat didalam mencurahkan semua perhatianya pada usaha yang akan digelutinya, didalam menjalankan usaha tersebut seorang wirausaha yang sukses terus memiliki tekad yang mengebu-gebu dan menyala-nyala (semangat tinggi) dalam mengembangkan usahanya, ia tidak setengah-setengah dalam berusaha, berani menanggung resiko, bekerja keras, dan tidak takut menghadapi peluang peluang yang ada dipasar.
Tanpa usaha yang sungguh-sunguh terhadap pekerjaan yang digelutinya maka wirausaha sehebat apapun pasti menemui jalan kegagalan dalam usahanya. Oleh karena itu penting sekali bagi seorang wirausaha untuk komit terhadap usaha dan pekerjaannya. Salah satu sumber bala yang menimbulkan bencana nasional akhir-akhir ini adalah karena tidak dimilikinya etos kerja yang memadai bagi bangsa kita.
Belajar dari negara lain, Jerman dan Jepang yang luluh lantak di PD II. Tetapi kini, lima puluh tahun kemudian, mereka menjadi bangsa termaju di Eropa dan Asia. Mengapa? Karena etos kerja mereka tidak ikut hancur. Yang hancur hanya gedung-gedung, jalan, dan infrastruktur fisik.
Max Weber menyatakan intisari etos kerja orang Jerman adalah : rasional, disiplin tinggi, kerja keras, berorientasi pada kesuksesan material, hemat dan bersahaja, tidak mengumbar kesenangan, menabung dan investasi. Di Timur, orang Jepang menghayati “bushido” (etos para samurai) perpaduan Shintoisme dan Zen Budhism. Inilah yang disebut oleh Jansen H. Sinamo (1999) sebagai “karakter dasar budaya kerja bangsa Jepang”.
Ada 7 prinsip dalam bushido, ialah :
1. Gi : keputusan benar diambil dengan sikap benar berdasarkan kebenaran, jika harus mati demi keputusan itu, matilah dengan gagah, terhormat,
2. Yu : berani, ksatria,
3. Jin : murah hati, mencintai dan bersikap baik terhadap sesama,
4. Re : bersikap santun, bertindak benar,
5. Makoto : tulus setulus-tulusnya, sungguh-sesungguh-sungguhnya, tanpa pamrih,
6. Melyo : menjaga kehormatan martabat, kemuliaan,
7. Chugo : mengabdi, loyal. Jelas bahwa kemajuan Jepang karena mereka komit dalam penerapan bushido, konsisten, inten dan berkualitas.
Begley & Cjazka, (1993) menggolongkan faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen organisasi tersebut dalam 4 kategori, yaitu :
1. Karakteristik individu (usia, tingkat pendidikan, jenis kelamin, status perkawinan)
2. Karakteristik yang berhubungan dengan pekerjaan
3. Karakteristik struktural (formalitas, desentralisasi
4. Pengalaman dalam kerja.
Dessler, (1994), membagi komitmen organisasi dalam 3 (tiga) faktor, yaitu :
1. Kepercayaan dan penerimaan yang penuh atas nilai-nilai dan tujuan organisasi
2. Keinginan bekerja keras demi kepentingan organisasi
3. Keinginan untuk mempertahankan diri agar tetap menjadi anggota organisasi
Meyer dan Allen (1991) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi yaitu sebagai suatu konstruksi psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi.
Penelitian dari Baron dan Greenberg (1990) menyatakan bahwa komitmen memiliki arti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai perusahaan di mana individu akan berusaha dan berkarya serta memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di perusahaan tersebut.
Tiga dimensi utama dalam komitmen menurut Meyer & Allen (1997) adalah,
1. Affective commitment – Komitmen dipandang merefleksikan orientasi afektif terhadap organisasi; Affective commitment berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap organisasinya, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di organisasi. Anggota organisasi dengan affective commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk selalu afektif terhadap organisasi (Allen & Meyer, 1997).
2. Continuance commitment – Pertimbangan kerugian jika meninggalkan organisasi; Continuance commitment berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi akan mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan continuance commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena mereka memiliki kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut untuk seterusnya bahkan selamanya (Allen & Meyer, 1997).
3. Normative commitment – Beban moral untuk terus berada dalam organisasi; Normative commitment menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut dengan satu maupun berbagai alasan atau motivasi pribadi (Allen & Meyer, 1997).






1. Kerja ikhlas. Kerja ikhlas adalah bekerja dengan bersungguh-sungguh dan menghasilkan sesuatu yang baik serta dilandasi dengan hati yang tulus. Contoh yang dapat dilihat adalah seseorang buruh pabrik yang bekerja dengan gaji pas pasan namun tetap bekerja dengan baik melaksanakan pekerjaan dengan tulus dan semata-mata merupakan pengabdian kepada pekerjannya yang menghasilkan uang untuk keperluan hidup keluarga.

2. Kerja mawas diri. Terhadap emosional kerja, mawas diri terhadap emosional adalah bekerja dengan tidak terpengaruh oleh perasaan kemarahan yang sedang melanda jiwanya. Contoh yang dapat dilihat adalah seorang pemimpin perusahaan, apabila di rumah mempunyai masalah pribadi dengan keluarganya maka di tempat kerja apabila ada masalah dengan bawahannya yang telah membuat masalah yang merugikan perusahaan sebagai pimpinan yang bijaksana maka pimpinan tersebut harus dapat menguasai emosionalnya agar dapat membedakan urusan pribadi dengan urusan perusahaan dalam memecahkan masalahnya sehingga tetap tercipta logika berfikir yang tetap rasional dan tidak emosional.

3. Kerja cerdas. Perilaku kerja cerdas ialah bahwa di dalam bekerja harus pandai memperhitungkan resiko, mampu melihat peluang, dan dapat mencari solusi persoalan yang ada dengan tepat dan benar sehingga dapat mencapai keuntungan yang diharapkan . Contoh dari perlaku kerja cerdas dalaha perulaku sikap pekerja cerdas dalam melakukan setiap pekerjaannya menggunakan teknologi yang tepat menggunakan konsep hitung-menghitung rumus matematika, memakai prosedur yang benar, meggunakan bahasa yang mudah dipahami, pandai bernegosiasi, berkomuikasi dan pandai pula mengelola informasi. Sebagai seorang wirausahan harus bisa mengutarakan pendapat, pikiran, ide, dan perasaanya melalui ucapan, kata-kata yang baik dan benar sesuai dengan kaidah bahasa yang enak didengar dan mudah dicerna sehingga materi yang telah diucapkan dapat dimengerti oleh lawan bicaranya.

4. Kerja keras. Arti kerja keras adalah bahwa dalam bekerja kita harus mempunyai sifat mampu kerja atau gila kerja untuk mencapai sasaran yang ingin di capai. Wirausahawan dapat memanfaatkan waktu yang optimal sehingga semua itu dapat berarti. Mereka dapat memanfaatkan waktu yang optimal sehingga kadang – kadang tidak mengenal waktu, jarak serta kesulitan yang dihadapi.Dalam bekerja mereka penuh semangat dan berusaha kerja keras untuk meraih hasil yang baik dan maksimal. Contoh dari materi ini adalah Seorang penjual sayur – mayur yang menjual hasil kebunnya sendiri,setiap hari mereka berangkat pagi – pagi buta.meskipun cuaca masih gelap,kadang – kadang mereka membawa obor penerang jalan.sesampainya dikota atau dipasar dengan sabar mereka menawarkan daganganya sampai laku. Bahkan kadang – kadang sampai siang daganganya baru laku. Demikian seriap hari pekerjaan itu ditekuninya, namun mereka sangat bangga apabila memperoleh hasil untuk menghidupi keluarganya.

5. Kerja tuntas. Yang dimaksud dengan kerja tuntas yaitu bahwa di dalam bekerja kita mampu mengorganisasikan bagian usaha secara terpadu dari awal sampai akhir untuk menghasilkan usaha sampai selesai dengan maksimal. Contoh dari kerja tuntas adalah seorang pengusaha kecil yang membuka usaha warung misalnya,bekerja dengan mulai mengorganisasikan usahanya dengan baik.Mulai dari membuat sarana warung, alat yang dibubuhkan, perlengkapan warung,mengisi barang dagangan, sampai memprediksi kemungkinan kerugian dan keuntungan, sehingga pekerjaan yang direncanakan bisa betul –betul tuntas dan sempurna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar